event Diterbitkan pada: 2016-01-27

SURABAYA, KOMPAS — Pengetahuan lokal yang dimiliki penduduk di daerah yang kaya sumber daya alam sering diabaikan dalam pengambilan keputusan pertambangan. Padahal, keterlibatan masyarakat setempat dengan pengetahuan lokalnya dapat menekan potensi kerusakan atau konflik yang mungkin ditimbulkan.

Research Center for Politics and Government Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada menemukan itu dalam penelitiannya di Banyuwangi, Jawa Timur, akhir 2015. Hasil dari penelitian itu kemudian disampaikan dalam "Diseminasi Policy Brief" di Surabaya, Selasa (26/1).

Peneliti PolGov UGM Dian Lestariningsih mengatakan, pengetahuan atau nilai lokal itu sebenarnya dapat dipakai sebagai rujukan untuk mengambil kebijakan formal. Pengetahuan lokal itu terutama pengetahuan akan pengelolaan sumber daya yang didasari tradisi dan praktik keseharian, norma agama, mitos, dan kepercayaan.

Contohnya, di Banyuwangi, terutama tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. "Masyarakat memaknai Tumpang Pitu sebagai benteng alam yang dapat melindungi mereka dari bencana," kata Dian.

Oleh karena itu, terlalu berisiko jika kondisi alam itu diubah oleh kegiatan pertambangan. Jika alam sampai rusak, kerugian yang dialami masyarakat lokal akan lebih besar dibandingkan manfaat tambang yang dinikmati orang lain.

Pandangan itu terutama berkaca dari pengalaman gempa 7 skala Richter pada 3 Juni 1994. Gempa itu menimbulkan tsunami yang menjangkau Pantai Banyuwangi, Jember, Malang, Blitar, dan Pacitan. Korban tewas tercatat 299 jiwa. Korban diyakini akan lebih banyak jika tak ada Tumpang Pitu sebagai benteng.

Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan UGM Purwo Santoso mengingatkan, masyarakat lokal akan banyak menanggung risiko dari kegiatan di wilayahnya. Untuk itu, dalam hal pertambangan, masyarakat setempat seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

"Semakin banyak uang yang dihasilkan di tambang, semakin tinggi teknologi yang dibutuhkan dan semakin tertinggal pula masyarakat lokal di situ," kata Purwo. Artinya, masyarakat lokal hanya bisa terlibat antara lain menjadi petugas satpam, petugas kebersihan, atau pekerja rendahan di kawasan tambang. Orang- orang yang berpengaruh di dalam tambang merupakan pendatang dengan keahlian tinggi. (DEN)

--------------------------------------

Versi cetak dimuat di Kompas, 27 Januari 2016, halaman 23.