event Diterbitkan pada: 2016-02-25

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral meminta pemerintah daerah menjamin kepastian hukum investasi bidang pertambangan dengan tidak mempersulit izin eksplorasi maupun produksi yang diajukan pengusaha tambang.

"Klasik memang, masalahnya masih soal kepastian hukum. Pemerintah daerah dikonotasikan mengeluarkan perda-perda dan sering sekali terjadi tumpang tindih," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Aryono seusai acara "South East Asia Local Leader Forum 2016: Transformasi Tata Kelola Manfaat dan Risiko Pertambangan di Tengah Perubahan Regulasi" di Yogyakarta, Kamis.

Bambang berharap setelah adanya tata kelola baru berupa lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan status "clear and clean", maka tidak ada lagi prosedur yang menghambat operasi eksplorasi maupun produksi oleh pengusaha pertambangan.

"Sepanjang sudah memenuhi kriteria serta persyaratan administrasi, tidak ada kata tidak bisa," kata dia.

Selain itu, ia juga meminta agar prosedur perizinan investasi tambang juga dapat disederhanakan atau dikelola secara terpadu, mulai dari perizinan pertambangan, perizinan kehutanan, hingga izin tata ruang.

"Kenapa pemerintah daerah tidak bisa jadi satu, kalau izin diajukan ke pertambangan, ya sudah di pertambangan saja. Sebelum mengeluarkan izin, pertambangan seharusnya yang berkoordinasi dengan tata ruang dan kehutanan," kata dia.

Dia mengatakan hingga saat ini dari 10.000 perizinan usaha tambang (IUP) yang terhambat sejak 2012, masih ada 3.966 IUP yang belum terverifikasi dan berstatus "clean and clear" atau bebas masalah administrasi serta tumpang tindih wilayah sesuai supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami beri batas waktu prosesnya selesai sampai Mei 2016," kata dia.

Ketua Asosiasi Kepala Dinas ESDM seluruh Indonesia, Dewi J. Putriatni, mengatakan semenjak berlaku UU Nomor 23 Tahun 2014 yang mengamanatkan kewenangan perizinan tambang ada di pemerintah provinsi, pihaknya bersama seluruh pemerintah daerah telah melakukan evaluasi dan mencari penyebab perizinan di kabupaten tidak berjalan efektif dan efisien.

"Beberapa hal memang harus dibenahi, harus diatur lebih rigit dan transparan," katanya.

Asosiasi Kepala Dinas ESDM seluruh Indonesia, menurut dia, juga telah berusaha memetakan permasalahan perizinan pertambangan di Jawa dan luar Jawa yang masing-masing tidak sama.

"Permasalahannya beragam, kalau di luar Jawa permasalahannya lebih banyak batubara dan logam, kalau di Jawa terkait perizinan tambang batuan nonlogam," kata dia. (T.L007)

[Publikasi awal di Antara]