10 Negara Belajar Tata Kelola Minyak di Bojonegoro
event Diterbitkan pada: 2017-01-17
TEMPO.CO, Bojonegoro - Sebanyak 26 orang dari 10 negara mengikuti pelatihan di Bojonegoro terkait dengan pengelolaan minyak dan gas bumi, Senin, 16 Januari 2017. Kesepuluh negara tersebut adalah Myanmar, Indonesia, Vietnam, Filipina, Australia, India, Timor Leste, Meksiko, Mongolia, dan Afganistan.
Tim ahli dari Universitas Gadjah Mada, Nanang Indra Kurniawan, mengatakan para peserta tersebut belajar tentang akuntabilitas dan tata kelola industri ekstraktif. "Bojonegoro dipilih karena dianggap bagus tata kelolanya,” ujarnya di kantor Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Senin.
Peserta pelatihan juga belajar tentang program Dana Abadi yang sumbernya disisihkan dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Mereka sekaligus membangun jejaring guna meningkatkan kerja sama industri ekstraktif di Asia-Pasifik.
Para peserta itu didampingi tim ahli dari Fisipol Universitas Gadjah Mada dan beberapa lembaga swadaya masyarakat. Tim berkunjung ke sejumlah tempat, di antaranya ke kilang minyak di Blok Cepu di Kecamatan Gayam, Bojonegoro, yang dikelola Exxonmobil Cepu Limited.
Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan daerahnya mengupayakan inovasi kebijakan, yakni menyangkut pengelolaan kekayaan sumber daya guna mengantisipasi terjadinya konflik di masyarakat akibat dampak kegiatan ekstraktif migas. “Kami sudah mengantisipasi itu,” ujarnya di kantor Pemerintah Bojonegoro, Senin.
Dia mencontohkan inovasi yang kini direalisasikan, yakni peraturan daerah tentang konten lokal, berisi tentang pemenuhan tenaga kerja lokal yang dipekerjakan di sektor migas. Selain itu, rancangan penyusunan peraturan daerah tentang dana abadi migas. Tujuannya untuk pemanfaatan dan pembangunan sumber daya generasi di Bojonegoro. Prakteknya, bantuan Rp 2 juta diberikan kepada semua siswa sekolah menengah atas dan sederajat.
Suyoto mengatakan, saat puncak produksi migas, ada tata kelola di Pemerintah Bojonegoro yang mengatur penghematan anggaran untuk infrastruktur. Juga aturan terkait dengan sumber daya manusia yang berkualitas. “Jadi, ketika minyak sudah habis, kami sudah menyiapkan alternatif lain untuk sumber ekonomi,” ujarnya.
[Publikasi awal di Tempo.co]