event Published at: 2016-01-27

SURYA.co.id |SURABAYA - Kasus tambang di KabupatenBanyuwangi ternyata menarik minat peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Melalui Research Centre for Politics and Government (PolGov), Departemen Politik dan Pemerintahan, peneliti UGM meneliti konflik tambang di Kabupaten Banyuwangi terus berlanjut.

Hasilnya, disinyalir praktik pengambilan keputusan untuk menambang (decide to extract) kekayaan alam yang begitu melimpah ini secara de facto tidak melibatkan peran masyarakat lokal.

Direktur Research Centre for Politics and Government (PolGov), Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, Prof Dr Purwo Santoso MA PhD mengatakan, keterlibatan masyarakat sendiri dalam aktivitas tambang adalah sebuah keniscayaan.

Pasalnya, masyarakat lokal merupakan pihak pertama yang merasakan secara langsung dampak dari aktivitas pertambangan di lingkungannya.

“Rantai nilai itulah yang harus dicermati dalam tata kelola sumber daya alam,” ujarnya, di Hotel Mercure, Surabaya.

Menurut Purwo, tahapan tata kelola SDA meliputi empat hal. Yakni, keputusan untuk menambang, mendapatkan mufakat terbaik, mengelola pendapatan, dan investasi untuk pembangunan berkelanjutan.

Nah, dari keempat tahap tersebut, keputusan untuk menambang merupakan hal paling krusial. Namun, tahap awal yang meliputi eksplorasi dan perizinan ternyata juga tidak diperhatikan dengan cermat oleh pemerintah.

"Itulah yang memicu adanya konflik di daerah pertambangan selama ini," tegas Guru besar Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM.

Sebaiknya ada partisipasi masyarakat. Mereka juga harus tahu manfaat yang akan diperoleh dan risiko yang akan ditanggungnya, dari keberadaan tambang yang ada di wilayah tempat tinggalnya.

Selain itu, partisipasi masyarakat dengan pengetahuan lokalnya menjadi salah satu referensi bagi pelaku industri tambang. Sebab, pengetahuan lokal hidup dalam dan bersama masyarakat hingga terjadi evolusi.

 

"Segala langkah sebaiknya diambil secara berhati-hati karena manfaatnya bukan untuk masyarakat saja tetapi juga investor dan pendatang," katanya.

Para investor dan pendatang ini mengambil dan membawa ke luar hasil tambang begitu saja.
Sementara risiko dari penambangan tidak dapat dihilangkan, yaitu adanya lubang tambang, limbah, dan lingkungan yang rusak.

Selebihnya warga lokal di sekitar tambang itu yang sehari-hari berhubungan dan menanggung semua risiko-risiko tersebut.

“Uang yang diperoleh dari aktivitas penambangan bisa dipindahkan, tetapi risikonya tidak. Warga lokal menjadi penanggung risiko terbesar,” imbuh Purwo.

Penelitian terkait pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat lokal mengenai SDA di Banyuwangi telah dilakukan PolGov UGM pada akhir 2015. Hasilnya menunjukkan, sesungguhnya masyarakat lokal memiliki pengetahuan akan pengelolaan sumber daya yang didasari oleh tradisi dan praktik keseharian, nilai dan norma agama, serta mitos dan kepercayaan.

Pengetahuan lokal tersebut dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penerbitan izin eksplorasi dan eksploitasi di Bumi Blambangan.

Keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pengambilan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya juga dinilai dapat menekan potensi kerusakan dan konflik yang mungkin ditimbulkan.

----------------------------------------------

[Originally published in Surya Online] Photo credits: taken by Surya/Anas Miftakhudin.